Masa Panen Pemain Diaspora di Belanda Hanya Tinggal 10 Tahun, Kemenpora Siapkan Strategi Baru

7 hours ago 1

Bola.com, Jakarta Staf Ahli Menteri Pemuda dan Olahraga, Hamdan Hamedan, menjelaskan bahwa program naturalisasi pemain-pemain diaspora yang berasal dari Belanda tidak akan menjadi program jangka panjang.

Pasalnya, jika melihat konteks sejarah dan relasinya dengan regulasi FIFA, Indonesia hanya tinggal memiliki waktu sekitar sepuluh tahun lagi untuk mencari pemain-pemain keturunan yang berasal dari Eropa.

Jika mengacu kepada catatan sejarah, banyaknya pemain-pemain diaspora keturunan Indonesia yang saat ini tersebar di Belanda tak terlepas dari jejak repatriasi kelompok masyarakat Indo ke Belanda pada periode 1940 hingga 1950-an.

Migrasi besar-besaran inilah yang kemudian menghasilkan sebagian besar pemain diaspora Timnas Indonesia saat ini. Mereka mendapatkan darah keturunan Indonesia dari kakek neneknya yang pernah lahir masa Hindia Belanda.

Jika mengacu regulasi FIFA, syarat ini dianggap eligible atau memenuhi persyaratan. Sebab, salah satu syarat pemain naturalisasi ialah orang tuanya, atau maksimal kakek-nenek kandungnya lahir di negara terkait.

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

Hanya Tinggal 10 Tahun

Hamdan menjelaskan, program naturalisasi untuk para pemain diaspora yang kini tersebar di Eropa memang saat ini tengah mencapai masa puncaknya. Bahkan, kesempatan yang tersedia hanya tinggal 10 tahun lagi.

Hal ini karena sebagian besar pemain-pemain keturunan Indonesia di Negeri Kincir Angin saat ini sudah mencapai batas. Artinya, mereka sebagian besar mendapatkan darah keturunan Indonesia dari kakek dan neneknya.

“Jadi, untuk pemain diaspora di Belanda, kita mungkin punya waktu tinggal 10 tahun lagi. Karena migrasi yang dilakukan tahun 1940 hingga 1950, mereka itu kemudian punya anak pada tahun 1970,” ujar Hamdan dalam kanal YouTube Justinus Lhaksana.

“Setelah itu, pada rentang waktu 2000-2010, mereka punya cucu. Sehingga, ini sebetulnya menjadi batas terakhir dari pencarian pemain naturalisasi di Belanda,” lanjut eks Direktur Eksekutif Indonesian Diaspora Network itu.

Mulai Alihkan Strategi

Melihat situasi ini, Hamdan menjelaskan bahwa tim riset diaspora di Kemenpora telah mulai mengalihkan strategi untuk memaksimalkan potensi pemain-pemain diaspora Indonesia yang kini tersebar di seluruh dunia.

Kini, fokusnya ialah memantau para pemain diaspora dari negara-negara lainnya. Sebab, sebetulnya masih ada banyak pemain keturunan Indonesia generasi pertama yang masih memiliki paspor Indonesia.

“Nah, makanya tim riset diaspora kami sudah tahu. Kami harus mulai memindahkan fokusnya ke negara lainnya, misalnya, ke Australia. Sebab, mereka ini masih berstatus sebagai first generation,” ujar dia.

“Apalagi yang lahir setelah tahun 2006, seperti Matthew Baker, Tim Bakker, hingga Lucas Lee yang ada di Amerika Serikat. Mereka ini sejak lahir sudah punya dua paspor, sehingga kita tidak berkutat pada naturalisasi. Sekarang, kami mulai berkutat dengan istilahnya anak berkewarganegaraan ganda terbatas.”

Pemain Berpaspor Ganda

Hamdan menjelaskan, para atlet diaspora Indonesia yang memiliki paspor ganda memang dimungkinkan secara hukum. Sehingga, mereka bisa kapan saja dipanggil untuk memperkuat Indonesia apabila dibutuhkan.

Contoh kasus dari anak berkewarganegaraan ganda terbatas ini ialah Matthew Baker di skuad Timnas Indonesia U-17, serta Welber Jardim di Timnas U-20. Mereka tak perlu menjalani proses naturalisasi karena masih punya paspor Indonesia.

“Pak Menpora mengatakan kepada saya, sekarang fokusnya mencari atlet Indonesia sebanyak mungkin lintas cabor. Dan diutamakan bisa memperkuat Indonesia tanpa proses naturalisasi,” ujar Hamdan menjelaskan.

“Jadi, dengan kata lain ABG, anak berkewarganegaraan ganda terbatas, yang punya paspor Indonesia tanpa naturalisasi, dan bisa punya paspor Indonesia sampai usia 18 tahun plus tiga tahun,” lanjutnya.

Read Entire Article
Ilmu Pengetahuan | | | |