Bola.com, Kediri - Timnas Indonesia kini memiliki banyak pemain diaspora yang memang lahir dan dibesarkan di Eropa. Menariknya, karena memiliki darah keturunan bangsa Indonesia, ada sejumlah pemain yang memiliki jejak leluhur yang masih kerabat dengan tokoh-tokoh terkenal Tanah Air.
Kehadiran para pemain diaspora keturunan Indonesia itu telah memberikan warna baru dan peningkatan signifikan bagi Timnas Indonesia. Bukan karena kemampuan memainkan si kulit bundar mereka menjadi sorotan, tetapi juga jejak leluhur para pemain yang tersebar dari berbagai penjuru Nusantara.
Sesuai regulasi FIFA terkait naturalisasi, penggawa Timnas Indonesia saat ini merupakan alih kewarganegaraan melalui garis keturunan, baik dari ayah dan ibu, hingga maksimal hingga nenek.
Ada juga pemain menggunakan jalur blijvers, merujuk garis keturunan nenek yang lahir dan besar di Indonesia. Jalur ini sama sekali tidak memiliki darah Indonesia secara langsung dari nenek moyang mereka, selain status kelahiran di Indonesia.
Keberagaman ini membawa ingatan ke skuad Timnas Indonesia di Piala Dunia 1938, yang saat itu bernama Hindia Belanda karena status belum merdeka. Kala itu tim bermaterikan pemain berketurunan Belanda, China, dan pribumi.
FIFA pun mengakui materi Timnas Indonesia asuhan Patrick Kluivert seperti metamorfosis Tmnas Hindia Belanda pada masa silam. Mereka masih tetap mengusung semangat dan harapan dari berbagai penjuru Nusantara, bersatu di bawah bendera Merah Putih.
Jejak leluhur mereka menjadi pengingat bahwa Timnas Indonesia adalah representasi dari keberagaman dan persatuan untuk merajut Tim Garuda yang makin kuat dan membanggakan di kancah sepak bola internasional.
Satu yang sangat menarik, para pemain diaspora terkini memiliki garis keturunan beragam. Ada sosok yang lahir dari warga kebanyakan, ada yang berdarah biru kerajaan atau ningrat. Ada pula yang memiliki garis keturunan dengan marga atau fam yang telah berjasa untuk bangsa Indonesia.
Joey Pelupessy memiliki kisah menarik saat melakoni debutnya bersama Timnas Indonesia. Seperti apa ceritanya?
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Jejak Leluhur Jordi Amat dan Ragnar Oratmangoen
Jordi Amat misalnya. Jika menelusuri silsilah keluarganya, bek tengah ini ternyata mengali darah biru Kerajaan Siau di Sulawesi Utara. Pemain yang berkarier bersama Johor Darul Ta'zim ini secara sah diakui sebagai Pangeran Siau dengan garis keturunan generasi ketiga.
Siapa menyangka bahwa Ragnar Oratmangoen punya ikatan darah dengan seniman hingga pejabat negara di Indonesia. Fam Oratmangoen berasal dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku.
Keluarga Ragnar memang masih memiliki relasi yang dekat dengan Dubes RI untuk China dan Rusia, Djauhari Oratmangun.
Tak hanya itu, Ragnar Oratmangoen juga masih memiliki hubungan keluarga dengan seorang musisi bernama Dharma Oratmangun, serta mantan Bupati Maluku Tenggara Barat yang kini berubah nama menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Almarhum S.J Oratmangun.
Tokoh Bangsa Kerabat Joey Pelupessy
Tak kalah bangga adalah Joey Pelupessy. Pemain Lommel SK yang dinaturalisasi bersama Emil Audero Mulyadi dan Dean James ini ternyata masih satu fam dengan Melkias Agustinus Pellaupessy atau MA Pellaupessy.
MA Pellaupessy pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan Ham serta Menteri Penerangan.
MA Pellaupessy adalah tokoh pergerakan dari Indonesia Timur yang dikenal sebagai salah satu anggota tim perancang lambang negara Garuda Pancasila bersama dengan Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hadjar Dewantara, Mohammad Natsir, dan Poerbatjaraka.
Dalam perancangan tersebut, jumlah ekor Garuda awalnya berjumlah tujuh, tetapi kemudian ditentang oleh Poerbatjaraka. Kemudian MA Pellaupessy mengusulkan agar jumlahnya menjadi delapan, yaitu simbol dari Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia.
Kemudian bulu ekor delapan helai itu diabadikan seperti yang kita kenal sekarang pada lambang negara Garuda Pancasila.