Bola.com, Kudus - Bicara soal sepak bola putri atau wanita dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan yang ada di Indonesia terbilang pasang surut. Ada kalanya Timnas Indonesia Putri ramai dukungan hingga melahirkan kompetisi, tapi kemudian seperti tersapu begitu saja dan hilang entah ke mana.
Banyak nama-nama pesepak bola putri mencuat, seperti Shafira Ika Putri, Sheva Imut, Zahra Musdalifah, dan kemudian Claudia Scheunemann. Namun, pelaksanaan Liga 1 putri yang sempat berlangsung, kini seperti mati suri.
Tidak sedikit pemain-pemain yang kini berada di level Timnas Indonesia harus merasakan pengalaman berkompetisi bersama tim putra ketika sedang merintis dari usia muda. Biasanya ada satu atau dua putri di dalam tim SSB yang berkompetisi di level akar rumput.
Bahkan asosiasi yang mengurus sepak bola putri saja belum genap berusia satu dekade. Kongres pertama Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI) digelar pada 7 Desember 2017, yang menandakan kelahiran organisasi yang mengurus sepak bola putri di Indonesia.
Harapannya, perkembangan sepak bola putri Indonesia bisa makin terfokus dengan adanya lembaga yang mengurus secara khusus. Turnamen-turnamen pun mulai digelar, hingga kompetisi Liga 1 Putri pertama kali digelar pada 2019 tapi kemudian menghilang lagi.
Bakti Olahraga Djarum Foundation, bersama MilkLife kemudian berusaha untuk memassalkan sepak bola putri sejak 2023. Hampir berjalan dua tahun, perkembangan peserta yang mengikuti kegiatan MilkLife Soccer Challenge kian bertambah.
Dalam kegiatan MilkLife Soccer Challenge All Stars yang digelar di Kudus, Jawa Tengah, Bola.com mendapatkan sejumlah perspektif tentang sepak bola putri dari mereka yang selama ini menjalaninya, mulai dari pemain usia dini, pelatih tim putri, orang tua para pemain, jurnalis olahraga, dan tentunya pemain Timnas Indonesia Putri saat ini.
Berita Video Vlog Bola.com kali ini bakal ditemani Jurnalis Bola.com, Benediktus Gerendo Pradigdo yang melihat keseruan para bibit-bibit pesepak bola putri Indonesia ini bersaing dalam ajang MlikLife Soccer Challenge.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Turnamen Usia Muda, Wadah untuk Berkembang dan Mengasah Talenta
Salah satu yang paling penting dari sebuah perkembangan pemain sepak bola adalah adanya waktu bertanding yang banyak. Kompetisi adalah bentuk utama untuk mengembangkan bakat dan kemampuan para pemain.
Namun, ketika kompetisi itu belum ada, maka banyaknya turnamen bisa menjadi pengganti agar para pemain, terutama sepak bola putri, bisa terus mengasah kemampuannya dalam bermain sepak bola.
"Senang sekali dengan adanya turnamen seperti ini, karena ketika saya masih bermain, belum ada yang seperti ini," ujar Maya Susmita, pelatih Solo All Stars yang menjadi runner-up MilkLife Soccer Challenge All Stars.
Jadi anak-anak putri ini sekarang punya wadahnya, dan semoga kegiatan seperti ini bisa menjadi tempat bagi banyak bibit-bibit pemain berkembang dan menjadi masa depan Timnas Indonesia," lanjut pelatih wanita berlisensi C AFC itu.
"Ini merupakan wadah untuk anak-anak kami yang berbakat di sepak bola. Apalagi sempat dikatakan bahwa ke depannya, turnamen seperti ini akan berjenjang, tentu akan sangat bagus sekali untuk perkembangan pemain," ujar Widya, ibu dari pemain Kudus All Stars, Renanthera Aluna Addya Putri.
Hal tersebut dipertegas oleh Wina Setyawati, seorang jurnalis olahraga yang sudah cukup lama mengikuti perkembangan sepak bola putri. Menurutnya, butuh keseriusan semua pihak agar kehadiran bakat-bakat sepak bola putri itu merata.
"Kita tahu bibit-bibit sepak bola wanita itu tidak terlalu banyak, itu pun masih banyak yang mentah. Jadi dengan adanya turnamen, mereka bisa lebih mengenal seperti apa sepak bola wanita itu," ujar Wina.
"Sekarang catatannya adalah bagaimana memeratakan sepak bola wanita itu sendiri di banyak daerah. Butuh keseriusan karena memang tidak semua pihak bisa fokus dan serius di sepak bola wanita," lanjutnya.
Harapan agar turnamen usia muda untuk sepak bola putri lebih banyak digelar juga diungkapkan oleh pemain Timnas Indonesia Putri, Sheva Imut dan Shafira Ika Putri. Menurut mereka, butuh konsistensi penyelenggaraan turnamen sepak bola putri agar bakat-bakat tersebut terasah dan terus terlihat.
"Dengan adanya turnamen, sepak bola putri bisa semakin maju. Harapan saya tidak hanya satu atau dua kali saja ada turnamen seperti ini, tetapi harus konsisten dan lebih banyak lagi," ujar Sheva Imut.
"Para pemain ini butuh jam terbang juga, agar adik-adik ini juga terbiasa untuk bermain di turnamen, sehingga mentalitasnya bisa terus terjaga dengan baik," ujar Shafira Ika.
Dukungan Orang Tua Sudah Hadir
Satu hal yang menjadi tantangan dalam perkembangan sepak bola putri di Indonesia adalah stigma bahwa sepak bola adalah olahraga pria. Hal itu juga membuat banyak orang tua pada awalnya enggak mengikutkan putri mereka dalam urusan sepak bola putri.
Hal tersebut diungkapkan oleh Timo Scheunemann, seorang pelatih yang juga menjadi talent scout MilkLife Soccer Challenge.
Pelatih kelahiran Kediri berdarah Jerman itu menyebut awalnya sangat sulit untuk meyakinkan orang tua dan sekolah agar anak-anak putri ini bisa menyalurkan bakatnya di sepak bola.
"Waktu itu sekolah-sekolah sulit untuk diajak ikut serta. Guru-guru olahraga kesulitan mencari pemain sepak bola putri. Ada banyak orang tua yang tidak setuju, kepala sekolahnya pun tidak setuju," kisah Timo Scheunemann kepada Bola.com.
"Namun, ketika mereka melihat bahwa program ini positif, mereka ikut di seri selanjutnya. Itu terjadi di setiap kota," lanjut pelatih yang senang melempar senyum melihat bakat-bakat sepak bola putri itu memperlihatkan kemampuan di lapangan.
Beberapa orang tua pemain yang ditemui Bola.com memang mengakui bahwa pada awalnya mereka melarang keras putri mereka untuk ikut serta dalam sepak bola.
Namun, yang mereka hadapi adalah tekad dan keinginan kuat anak-anak mereka untuk beraksi di lapangan hijau hingga akhirnya dukungan pun mengalir.
"Terus terang saya enggak mendukung awalnya. Saya mendukung anak saya menjadi penari. Namun, dia ngotot sampai marah," ujar Mela Damayanti, ibu dari kapten tim Surabaya All Stars, Locita Waranggani.
"Melihat motivasinya, semangatnya yang luar biasa, setiap hari latihan, akhirnya saya luluh. Saya mantap dan restu saya akhirnya membawa putri saya sampai ke titik ini. Sekarang saya mendukung penuh dia," lanjutnya.
Butuh Kompetisi yang Berjenjang
Dari turnamen seperti MilkLife Soccer Challenge yang dibuat Bakti Olahraga Djarum Foundation, yang mempertandingkan anak-anak usia di bawah 10 dan 12 tahun, tentu dibutuhkan kelanjutan bagi mereka yang sudah melewati batas umur.
Seperti diungkapkan oleh Program Director MilkLife Soccer Challenge, Teddy Tjahjono, belum lama ini, memang akan dipersiapkan kompetisi berjenjang untuk usia-usia di atasnya, seperti U-14 dan U-16. Namun, semua masih sebatas pembicaraan dengan PSSI.
Harapan agar kompetisi tersebut benar-benar terwujud juga disuarakan para penggiat sepak bola putri ini. Hal itu juga yang menjadi perhatian Mannisa Elfira, seorang jurnalis olahraga asal Solo yang hadir di MilkLife Soccer Challenge All Stars di Kudus.
"Harapannya tentu ini berkelanjutan. Anak-anak di sini usianya masih muda banget, baru U-10 dan U-12. Artinya untuk menuju ke level yang lebih senior masih butuh beberapa tahun lagi," pandangan Mannisa.
Hal senada juga diungkapkan Wina Setyawati. Menurutnya, jika memang kompetisi belum bisa dibuat secara berjenjang, setidaknya lebih banyak turnamen-turnamen sepak bola putri yang digelar setiap tahunnya. Bahkan tidak hanya satu di setiap tahunnya.
"Oke kalau kita belum bisa bikin kompetisi, tapi setidaknya ada banyak turnamen. Kompetisi minimal tiga bulan, tapi dengan banyak turnamen, tidak akan ada jeda kosong yang otomatis memberikan jam terbang kepada para pemain. Skill dan talenta mereka tidak ada artnya jika tidak diasah dalam pertandingan," tegas Wina.
"Jadi meski secara global Indonesia tidak beda jauh levelnya dengan sepak bola putri di Singapura dan Filipina, tapi mereka menang dalam urusan kompetisi. Apa yang mereka miliki jadi terasah, sementara kita yang belajar tapi tidak dicoba di pertandingan, percuma," lanjutnya.
Demi Bisa Terus Berkembang dan Berprestasi
Perlunya turnamen atau kompetisi sepak bola putri juga dirasakan oleh para pemainnya sendiri. Bola.com menanyakan hal tersebut kepada dua pemain yang tampil bagus di MilkLife Soccer Challenge All Stars di Kudus.
Keduanya pun sepakat butuh wadah kompetisi untuk bisa terus berprestasi dan mengembangkan permainan demi satu tujuan, membela Timnas Indonesia Putri di masa depan.
"Saya berharap sepak bola putri di Indonesia bisa berkembang lagi. Jadi nantinya saya bisa menjadi pemain Timnas Indonesia," ujar Alya Putri, kiper Kudus All Stars yang juga merupakan best goalkeeper di MilkLife Soccer Challenge All Stars.
Sementara itu, sebuah usul diutarakan oleh Adinda Resti Widayati, seorang pemain Solo All Stars yang menjadi runner-up di MilkLife Soccer Challenge All Stars. Menurutnya, turnamen-turnamen sepak bola putri menjadi penting ketika kompetisi putri masih vakum.
"Saya senang dengan adanya turnamen seperti ini, karena liga putri belum juga bergulir. Jadi turnamen-turnamen seperti ini yang bisa membantu pemain sepak bola putri mengembangkan talenta dan prestasi mereka," ujarnya.
Jadi setelah cukup banyak talenta yang hadir di sepak bola putri, kini butuh banyak dukungan dari berbagai pihak agar bisa bekerja sama mengembangkan potensi ini menjadi sebuah prestasi.
"Jadi ayo join, kita kembangkan sepak bola putri Indonesia bersama-sama," pesan Timo Scheunemann.