Bola.com, Jakarta Langkah Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026 semakin dekat. Skuad Garuda tinggal menyisakan dua laga terakhir Grup C pada Juni mendatang, satu kandang dan satu lagi tandang.
Pada 5 Juni, Jay Idzes cs. berpeluang meraup tripoin karena menjamu Timnas China di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta.
Selanjutnya, pada 10 Juni, pasukan Patrick Kluivert menantang tim kuat Jepang di Tokyo. Meski berstatus tamu, Indonesia punya kans mencuri poin karena Samurai Biru kemungkinan besar bakal menurunkan pemain lapis keduanya setelah memastikan diri lolos keputaran final Piala Dunia 2026.
Indonesia yang saat ini berada di posisi keempat Grup C putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia bermodalkan sembilan poin tengah percaya diri tinggi menyusul kemenangan 1-0 atas Bahrain.
Hanya saja, kemenangan fantastis di SUGBK tersebut masih saja jadi perdebatan karena strategi yang dimainkan Patrick Kluivert dianggap meniru permainan pelatih sebelumnya yang dipecat, Shin Tae-yong.
Melawan Bahrain, Patrick Kluivert memainkan tiga bek dalam formasi 3-4-3 yang dulu kerap diterapkan STY. Formasi itu berbeda saat Indonesia kalah 1-5 dari Australia di Sidney, Kluivert memainkan empat bek dalam formasi 4-3-3.
Pengamat sepak bola nasional, Tommy Welly, lewat kanal YouTube Dua Sisi tvOneNews yang bertajuk Libas Bahrain, Kluivert Tiru STY?, menyatakan tak sependapat dengan anggapan kalau Patrick Kluivert meniru Shin Tae-yong.
"Oke, yang pertama soal judul Libas Bahrain, Kluivert Tiru STY? Ini kalau konteks sporting ngomong keolahragaan enggak respek," kata Tommy Welly.
"Makanya kalau dari sudut panang sporting enggak sopan gitu. Jadi ketika yang satu sudah menjadi masa lalu, jadi kalau diomong-omongin gini kan enggak respek. Kedua apa ya, permen karet yang nempel di sepatu kita kok nggak lepas-lepas gitu loh. Jadi jangan kayak begitu," imbuhnya.
"Pertanyaannya, apa yang menjadi dasar muncul pertanyaan atau anggapan dianggap meniru. Ini saja sudah nggak jelas. Itu yang penting," katanya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Hanya di Media Sosial
Tapi itu kan yang terjadi di media sosial?
"Nah, itu makanya di media sosial enggak jadi jaminan objektivitas kebenaran sepak bola. Obrolan yang sehat. Kenapa? Karena sekian lama obrolan sepak bola kita di medsos enggak sehat, karena banyak ondel-ondel ngomong bola, ada badut ngomong bola gitu. Jadi enggak sehat," katanya.
Menurut pengamat yang akrab disapa Towel, perubahan terlihat jelas paska kekalahan dari Australia. Tim pelatih melakukan banyak pembenahan sehingga tim bermain lebih rapi.
"Yang benarnya dari sudut saya, perubahan sudah terjadi saat melawan Australia. Ada kecenderungan pendekatan yang terlalu berani, ada kecolongan, ada kesalahan," tutur Tommy Welly.
"Tapi kemudian diperbaiki waktu menang melawan Bahrain. Dirapikanlah. Bangunan permainannya dirapikan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi waktu di Australia diperbaiki lebih rapih. Dalam bahasa sederhananya, permainannya lebih balance."
Tergantung Pendekatan
Jadi tidak benar ya kalau Patrick Kluivert meniru STY?
"Kalau meniru, apa gunanya pergantian pelatih. Jadi setiap pelatih harus menunjukkan sebuah perbedaan atau perubahan," katanya.
"Buat saya pendekatannya lebih ofensif, lebih positif. Jadi misalnya gini. Misalnya tiga bek kemarin di GBK, waktu di Sidney empat pemain belakang, jangan salah persepsi kalau pemain tiga itu cenderung main defens. Main empat di belakang itu cenderung ofensif, bukan."
"Ofensif atau defensif itu tergantung pendekatannya. Principle of play yang mau dimainkannya. Kemarin main tiga centre back Rizky Rdho, Jay Idzes, Justin Hubner, kan kelihatan ofensif. Jadi di mana nirunya?," pungkas Tommy Welly.